Tuesday, April 17, 2012

Koreksi Amalan : Apakah Seorang Beramal Ibadah sudah secara otomatis dapat pahala di akhirat kelak ?

Kali ini penulis menurunkan tema yang boleh jadi mengusik kenyamanan seorang hamba manakala pada umumnya yang sudah "tenang" dalam rutinitas ibadah keseharian.
Berhubung gambarannya orang beribadah untuk berharap rohmat dan pahala dari Alloh itu ibaratnya seorang yang bercita2 bekerja untuk mendapatkan gaji, maka tulisan ini berusaha agar kita dalam beribadah benar2 berorientasi pada hasil, tidak cukup dengan hanya merasa dan "menyangka" sudah cukup dan tenang dengan ibadah yang sudah dilakukan selama ini,
mengapa ?
Ya, karena di hari kiyamat nanti ada segolongan umat yang dirugikan oleh amalannya sendiri, perasaannya sudah memperbaiki amalannya di dunia namun ternyata di akhirat timbangan amalan tidak ditetapi oleh Alloh alias timbangannya kosong mlompong, sehingga tiada balasan yang layak baginya selain jahannam ,
loh kok kamu tahu ???
Oke mari buka Kitab Suci kita
menuju Surah al-Kahfi (17): 103-106
<103> Katakan (mahai Muhammad) maukah engkau aku ceritakan tentang orang yang paling rugi amalannya?
<104> (yaitu) orang-orang yang (sebenarnya) sesat amalannya di dunia namun mereka "menyangka" sudah memperbaiki amalannya. Amalannya baru berdasar kira2, tidak yakin terbukti cocok dengan pedoman agama, sebatas baru ikut umumnya orang2/kata si kyai fulan, jarene kyai rojul dll.
<105> Mereka itulah orang yang tidak percaya kepada ayat2 tuhan mereka dan (tidak percaya) ketemu Alloh (di hari kiyamat), maka leburlah amal mereka, serta Kami (Alloh) tidak menetapi timbangan amal mereka di hari kiyamat.
<106> Demikian pembalasan mereka adalah (neraka) jahanam karena meraka telah kufur (tidak percaya) dank arena mereka mengambil (mensikapi )ayat2 KU dan utusanKU dengan main2.
(1). Dengan mengkaji ayat di atas kita kudu bersyukur ada yang mengingatkan shingga segera dapat melakukan tindakan secepatnya untuk koreksi amalan sendiri.
(2). Segera mohon pada Alloh agar diberi kesempatan untuk memperbaiki diri dalam praktek rutinitas ibadah sehari2 terlebih masalah sholat, yang kelak pertama kali dikoreksi.
(3). Tidak perlu mersa gengsi/malu untuk bertanya kepada siapa saja yang diyakini mengetahui cara beribadah yang benar2 cocok dengan dalil dari Quran dan sunah /hadits, dengan bukti dalil secara data , fakta yang otentik. Karena dengan bertanya pertanda siap menerima ketika diberikan/disampaikan, sedangkan jika diam, orang lain tidak tahu, butuh atau tidak. Karena rasanya kurang tepat , jika memberi peringatan/ilmu tetapi tidak diterima/ditinggal pergi.
(4). Jauhkan diri dari rasa malu dan sombong (merasa tidak butuh, merasa sudah benar) , karena dua sifat jelek itu akan menjauhkan hanba dari ilmu , sebagaimana wasiat Rosulillahi SAW " لَا يَتَعَلَّمُ الْعِلْمَ مُسْتَحْيِى وَلَا مُسْتَكْبِر" tidak akan memperoleh ilmu orang yang malu dan orang yang sombong.
(5). Tingkatkan iman dan taqwa dengan menjaga niyat karena Alloh semata, jangan niyat karena manusia, karena rikuh pekewuh / takut kepada sesama manusia, karena bagi orang iman , hanya Alloh lah yang pantas ditakuti.

Thursday, April 5, 2012

Birul Walidaini Menurut Rosulillahi SAW

Birrul walidaini, بِرُّ الْوَالِدَيْنِ ya, “tetembungan” / kata ini bukan asing ditelinga kita bukan?. Sering kita dengar saat seorang anak atau ahli waris “nylameti” kepada orang tua yang sudah meninggal.

Birrul walidaini seakan mengandung hipnotis yang bermuatan doktrin, karena dikaitkan dengan acara ritual tahlil selama 3 hari (kadang masih ada yang 7 hari) setelah meninggalnya seseorang, kemudian hari ke 40, 100, nahun (satu tahun), dua tahun, juga nyewu (1000 hari), termasuk di dalamnya “nyadran” pada saat menjelang puasa Romadhon.

Termasuk doktrin , karena barang siapa tidak melakukannya atau tidak mengikuti masyarakat pada umunya maka akan dicap sebagai anak yang tidak berbakti kepada orang tua, tidak birul walidaini. Keyakinan yang demikian dipegang teguh oleh kalangan masyarakat yang kolot/ortodok , sempit wawasan serta ilmu pengetahuan agamanya serta tertutup pemikirannya untuk menerima perubahan kearah kemajuan.

Namun benarkah demikian birrul walidaini menurut aslinya ajaran Islam ?

Rekan2 , sebagai umat muslim tentunya dituntut untuk berpikir, bersikap dan bertindak mengikuti tuntunan Rosulillahi SAW. Karena memang demikianlah perintah “ingkang akaryo jagad” dalam Kitab Suci al-Quran Surah Ali Imron (3); 30.





“ Katakanlah (hai Muhammad) , jika kalian cinta pada Alloh maka ikutilah aku, (dengan begitu) maka Alloh akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian, dan Alloh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”
Dari ayat tersebut sudah jelas bahwa jika kita menginginkan mendapat kasih sayang /rohmat Alloh maka caranya adalah dengan mengikuti tuntunan dan petunjuk Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Alloh untuk kita ambil suri tauladannya.
Ayat tersebut mengandung pengertian bahwa kalau seorang hamba dalam hidupnya , pandangan, sikap dan amalannya mengikuti tuntunan rosulillahi SAW maka dengan sendirinya dosa2nya akan diampuni oleh Alloh.
Termasuk usaha untuk berbuat baik kepada kedua orang tua (birrul walidaini) sebagai balas budi akan kebaikan orang tua semasa si anak masih kecil, maka hendaknya niyat yang sangat mulia tersebut juga mengikuti tuntunan rosulullohi SAW yang benar-benar sesuai dengan sumber data dan fakta yang otentik menurut kitab al-Quran dan Hadits, dengan dalil di atas kertas putih.
Sudah jelas bahwa doa kita kepada kedua orang tua adalah “ robighfir li wa li walidaya warham huma kama robbayani soghiro”, namun bagaimana amalan pendukung lainnya (cak-cakane)?
Apakah ada dalilnya bahwa jika seseorang anak melakukan suatu amalan kemudian orang tuanya mendapatkan sesuatu ? (dengan catatan : syaratnya ada bukti dalil dari ayat berapa atau hadits apa?).
Baik, mari kita lihat dalil sebagai berikut, (Hadist Abu Dawud , silahkan bisa dibeli di toko kitab atau pinjam untuk difotocopy).



“Barang siapa membaca al-Quran dan mengamalkan dengan apa2 yang di dalamnya, maka kedua orang tuanya diberi mahkota (kuluk) yang bersinar pada hari kiyamat, yang mana sinarnya lebih indah daripada terang sinarnya matahari di rumah dunia, lalu bagaimana persangkaan kalian terhadap orang yang mengamalkan sendiri ?”.
Kenapa orang tuanya diberi mahkota ?
Karena orang tua lah yang mendidik anaknya mempelajari agama yang benar dengan cara menuntun bacaan al-Quran memahami makna dan mengamalkannya, atau paling tidak ketika anaknya belajar dari orang lain, orang tuanya mendukung, memberikan restunya, tidak menghalangi. Sehingga orang tuanya ikut berjasa dalam pembentukan dasar aqidah anaknya sesuai syariat al-Quran dan Sunah (Hadits).
Orang tua yang diberi mahkota tentu saja terangkat derajatnya, tentu saja dengan syarat orang tuanya juga satu syariat / aqidah dengan anaknya yaitu “mengimani” kitabilah wa sunati nabi SAW. Sama2 mengkaji , membaca quran dan mengamalkan isinya. Mengaji hanya dengan membaca saja meski khatam beberapa kali kalau tidak mengerti maksudnya maka tidak akan dapat mengamalkan perintah dan menjauhi larangan yang mestinya ditetapi.
Itulah cara birrul walidaini menurut tuntunan rosul yang jelas benar dan cocok dengan dasar pedoman agama Islam yaitu Quran dan Sunah/hadits dan berhasil jika diyakini dan diamalkan.
Rekan2, lalu bagaimana sikap kita dengan ide birrul walidaini dengan “cak-cakan” nya seperti yang disebut di awal tulisan ini? Bagaimana pula hukum amalan tersebut menurut kacamata syariat agama bersumber kepada quran hadits?
Sejauh ini penulis belum mendapatkan sumber yang jelas serta dapat dipertanggungjawabkan mengenai dasar dari al-Quran maupun Hadits tentang amalan “nylameti” seperti di atas. Silahkan barangkali ada rekan yang mau bertanya kepada ahlinya amalan tersebut.
Beberapa kalangan berpendapat bahwa yang namanya berdoa itu kan baik toh yang dibaca kalimat dzikir, takbir (Allohu akbar), tasbih (subhanalloh) , tahlil (laa ilaha illalloh) dsb. Namun hitungan 3/7 hari , 40, 100 dst , siapa yang menentukan aturan itu? Juga hitungan jumlah tahlil serta urut2 an nya kalau memang betul2 tuntunan nabi pasti terdapat dalam Kitab Suci al-Quran atau dalam Hadits Sohih.

Perlu diingat rekan2,
bahwa amalan ibadah yang dilakukan manusia sedangkan rosul tidak mengajarkan maka itu tergolong bid’ah, sekalipun sudah membudaya dan mengakar kuat di masyarakat menjadi semacam mitos, tradisi secara turun temurun.
Karena tuntunan ibadah untuk mendapatkan pahala, meminta ampunan semua sudah diberikan petunjuk yang komplit, baku dan “ pakem “ oleh Alloh dalam al-Quran dan dicontohkan oleh Rosulullohi SAW.
Orang berbuat bid’ah atau mengada-ada kan amalan yang tidak dicontohkan oleh nabi maka akan mengakibatkan amalan orang itu tidak akan diterima oleh Alloh SWT.
Pada prinsipnya kita tetap berusaha menjaga diri dan keluarga dari api neraka sebagaimana yang diamanahkan dalam Quran Surah at-Tahrim ;6, namun kita juga harus pandai-pandai menjaga diri agar selamat di dunia dan akhirat. Cara seperti ini berarti kita terapkan habluminalloh (hubungan dengan Alloh) juga hablumina nas (hubungan dengan sesame manusia).
Paling penting adalah menjaga niyat dan batin kita masing2. Kalau terpaksa mendatangi acara ritual tersebut ya kita niyati saja untuk menjaga kerukunan, ngemong masyarakat atau momong keluarga.
Dengan begitu mereka yang mengundang kita tetap senang, merasa “praja” karena banyak tamu yg datang, sedangkan kita tetap terjaga. Mari kita sayangi jaga amal kita jangan sampai rusak dan ditolak di akhirat gara2 kita ikut2an mengamalkan gerakan yang seperti ibadah namun sebenarnya di dalamnya terkandung bid’ah bahkan syirik…..na’udzu billah min dzalik.
Semoga Alloh memberikan manfaat.
Tentang Penyebab Rusaknya Amalan Seseorang dan akibatnya kelak di padang mahsyar diusir dari telaga Kautsar tidak diperkenankan mendekat, artikel mengenai hal ini insyaAlloh akan ditulis pada pertemuan yang akan datang.

Thursday, February 9, 2012

Doa Perlindungan Dari Kejelekan Diri



Kalau dibaca langsung lafadznya sebagai berikut : Allohumma inni a'udzu bika min syarri sam'i wa min syarri bashori wa min syarri lisani wa min syarri qolbi wa min syarri maniyi.

Uraian maknanya antara lain , berlindung kepada Alloh dari kejelekan pendengaran agar telinga kita tidak mendengar perkataan yang tidak menyenangkan, atau agar apa yang kita dengar tidak mempengaruhi jelek terhadap pribadi kita. Sebaliknya agar yang baik2 dan manfaat saja yang masuk ke pendengaran kita.
Berlindung dari kejelekan pandangan agar mata kita tidak dipertemukan dengan pandangan yang tidak baik. Karena dari pandangan itulah memberikan pengaruh yg cukup besar terhadap hati manusia. Bukankan ada pepatah "dari mana datangnya lintah, dari sawah turun ke kali-dari mana datangnya cinta, dari mata turun ke hati"

Berlindung kepada Alloh dari kejelekan lisan agar lisan kita dihindarkan dari berkata kotor, ucapan2 yang mengarah kepada perbuatan dosa, ngrasani /ghibah yaitu menggunjingkan aib orang lain, memfitnah dsb. Justru semoga lisan kita mengandung nilai2 manfaat positif, banyak berdzikir, amar ma'ruf nahi mungkar, menebarkan kebaikan kepada sesama.

Kejelekan hati kita mohonkan kepadaNYA, agar tidak tersimpan pikiran2 buruk, rasa dendam, buruk sangka serta berbagai sifat jelek yang kadang terkontaminasi dari pengaruh2 iblis, syetan dsb. Tentu harapannya hati kita adalah hati yang bertaqwa.

Sedangkan Kejelekan mani manakala diperlakukan dengan cara yang tidak diridhoi, seperti mengikuti hawa nafsu syetan, seperti melakukan masturbasi / onani yang dalam terminologi hadits dikenal sebagai " نَاكِحُ يَدِهِ = nakihu yadihi = menikahi tangannya. Ini termasuk perbuatan keji , terlebih berbuat zina. Dosa besar kedua setelah syirik.

Semoga kita terhindar dari semua kejelekan itu, sebaliknya semoga Alloh memberi barokah kepada setiap organ tubuh kita. Amin.

Semoga manfaat dan barokah, komentar saran kritik saya nantikan.

Friday, December 23, 2011

MANFAAT MENGAJI #1 : Pemberian Terbaik


Hadits di atas kalau dibaca secara bersambung bunyinya " ni'mal 'atuyatu kalimatu haqin tasma'uha tsuma takhmuliha ila akhin laka muslim fa tu'alimuha iyyahu" artinya sebaik2 pemberian adalah kalimat haq yang kau dengarkan kemudian kau bawa kepada saudaramu yang muslim maka engkau ajarkan kalimat itu kepadanya.

Namanya pemberian , siapa yang tidak senang ? apalagi gratis ...he he
Disebut sebaik2 pemberian tentu saja dilihat dari besarnya manfaat pemberian itu.

Kalau orang dikasih pekerjaan yang mapan, dikasih uang, mobil, seluas bidang tanah ya tentu saja senang dan gembira bukan?

Tapi ingat kawan, semua pemberian tadi sifatnya hanya dinikmati dan diambil manfaatnya selama di dunia, sedang kalau diberi "kalimat haq" berupa ilmu dan pengertian /hikmah yang terkandung dalam Kitab Suci al-Quran dan Kitab Sunah(hadits) maka akan bermanfaat dan dinikmati tidak hanya di dunia namun juga hingga di akhirat kelak.

Ilmu agama memberikan pemiliknya diberikan kedamaina dan ketentraman dari Alloh SWT, punya wawasan yang luas menjangkau hingga kehidupan setelah kematian kelak, sehingga dapat bersiap-siap sedini mungkin mengantisipasi hal-hal uang bakal terjadi.

Kemudian kalimat "yang kau dengarkan dan kau bawa kalimat itu" mengandung pengertian bahwa metode pengambilan dan penyebaran ilmu agama sejak masa hidup Rosulillahi SAW melalui pendengaran atau istilahnya "berguru" langsung kepada nara sumber.
Orang yang sudah mendengarkan pertama kali kemudian agar menyampaikan kepada saudara yang lain.

Sunday, August 14, 2011

Apa Pedoman / Dasar Agama Islam ?

Asalamualaikum wa rohmatullohi wa barokatuh,
judul posting kajian kali ini saya kutip sebuah hadits sabda Rosulkullohi SAW :



Untuk memperbesar silahkan diklik , untuk kepentingan dokumen Anda, silahkan print out.

Kembali pada pertanyaan di bagian judul posting kali ini, hadits ini sebagai jawabannya.
Bahwa berdasarkan sabda Rosululloh tsb pedoman /dasar Agama Islam adalah Kitab Suci Al-Quran dan Kitab Sunah (tuntunan) Nabi Muhammad SAW atau istilahnya kitab Hadits.








Kapan Dipanggil Alloh Swt

Semua manusia dilahirkan di atas bumi, kecuali Nabi Adam A.s. langsung dicreat dengan tangan Alloh Swt. Dalam kitab " Bad'ul kholqi...